Hari itu di pemakaman, siang begitu terik dan
menyengat. Parapelayat yang kebanyakan berbaju hitam memadati lokasi pemakaman.
Diantara begitu banyak orang, wanita cantik itu berdiri mengenakanpakaian dan
kerudung berwarna putih, ekspresi tenang terlihat diraut wajah yang tersaput
kesedihan.
Pada saat penguburan berlangsung, sebelum jenazah
dimasukkan keliang lahat, wanita itu mendekati jenazah yang terbungkus kain
kafan kemudian mencium bagian kening jenazah dan membisikkan kata-kata
takterdengar dengan perasaan dan suasana yang sulit kulukiskan. Akumelihat
keharuan diantara para pelayat menyaksikan adegan itu.
Wanita itu adalah istri dari laki-laki yang pada
hari itu dikubur. Setelah acara penguburan selesai satu persatu pelayat
mengucapkan kalimat duka cita kepada wanita tersebut yang menyambut ucapan itu
dengan senyuman manis dan kesedihan yang telah hilang dari wajahnya,seolah-olah
pada saat yang seharusnya menyedihkan itu dia merasa bahagia.
kudekati wanita itu.
"Kak, yang sabar ya, insya Allah abang
diterima dengan baik di sisi-Nya," ujarku perlahan.
Dia menatapku dengan senyuman tanpa kata-kata.
Rasa penasaran menyeruak dalam hatiku melihat ekspresinya.Tapi perasaan itu
tidak kuungkapkan.
Beberapa hari setelah pemakaman itu, aku datang ke
rumah wanita itu.Kudapati ia sedang mengurus kembang mawar putih seperti apa
yang sering dilakukannya. Kusapa dia dengan wajar,
"Assalaamu'alaikum,sedang sibuk kak?"
tanyaku
"Wa'alaikusallam... Oh adik, ayo duduk
dulu," jawabnya seraya membereskan perlengkapan tanaman.
"Saya mengganggu kak?" tanyaku lagi,
"Kenapa harus mengganggu dik, ini kakak
sedang menyiapkan bunga untuk dzikir nanti malam," jawabnya
.
Sesaat setelah jawaban terakhir suasana hening
terjadi di antara kami. Dengan hati-hati kuajukan perasaan yang selama beberapa
hari mengganjal di hatiku.
"Kak, apakah kakak tidak merasa sedih dengan
kepergian abang?" tanyaku.
Dia menatapku dan berkata, "Kenapa adik bertanya
seperti itu?"
Aku tidak segera menjawab karena takut dia
tersinggung,
"Karena kakak justru terlihat bahagia menurut
adik, kakak tersenyum pada saat pemakaman dan bahkan tidak mencucurkan airmata
pada saat kepergian abang," ujarku
Dia menatapku lagi dan menghela nafas panjang.
"Apakah kesedihan selalu berwujud air
mata?"
Sebuah pertanyaan yang tidak sanggup kujawab.
Kemudian dia meneruskan kembali perkataanya.
"Kami telah bersama sekian lama, sebagai
seorang wanita aku sangat kehilangan laki-laki yang kucintai, tapi aku juga
seorang istri yang memiliki kewajiban terhadap seorang suami. Dan keegoisanku
sebagai seorang wanita harus hilang ketika berhadapan dengan tugasku sebagai
seorang istri," katanya tenang.
"Maksud kakak?" aku tambah penasaran.
"Sebuah kesedihan tidak harus berwujud air
mata, kadang kesedihan juga berwujud senyum dan tawa. Kakak sedih sebagai
seorang wanita tapi bahagia sebagai seorang istri. Abang adalah seorang
laki-laki yang baik, yang tidak hanya selalu memberikan pujian dan rayuan tapi
juga teguran. Dia selalu mendidik kakak sepanjang hidupnya. Abang mengajarkan
kakak banyak hal. Dulu abang selalu mengatakan sayang pada kakak setiap hari
bahkan dalam keadaan kami tengah bertengkar.Kadang ketika kami tidak saling menyapa
karena marah, abang menyelipkan kata sayang pada kakak di pakaian yang kakak
gunakan.Ketika kakak bertanya kenapa? abang menjawab, karena abang tidak ingin
kakak tidak mengetahui bahwa abang menyayangi kakak dalam kondisi apapun, abang
ingin kakak tau bahwa ia menyayangi kakak.Jawaban itu masih kakak ingat sampai
sekarang. Wanita mana yang tidak sedih kehilangan laki-laki yang begitu
menyayanginya?Tapi ..."
Dia menghentikan kata-katanya.
"Tapi apa kak?" kejarku.
"Tapi sebagai seorang istri, kakak tidak
boleh menangis," katanya tersenyum.
"Kenapa?" tanyaku tidak sabar.
Perlahan kulihat matanya menerawang.
"Sebagai seorang istri, kakak tidak ingin
abang pergi dengan melihat kakak sedih, sepanjang hidupnya dia bukan hanya
laki-laki tapi juga seorang suami dan guru bagi kakak. Dia tidak melarang kakak
bersedih, tapi dia selalu melarang kakak meratap, kata abang, Allah tidak suka
melihat hamba yang cengeng, dunia ini hanya sementara dan untuk apa
ditangisi."
Wanita itu melanjutkan,
"pada satu malam setelah kami sholat malam
berjamaah, abang menangis, tangis yang tidak pernah kakak lupakan,abang berkata
pada kakak bahwa jika suatu saat di antara kami meninggal lebih dahulu,
masing-masing tidak boleh menangis, karena siapa pun yang pergi akan merasa
tidak tenang dan sedih, sebagai seorang istri, kakak wajib menuruti kata-kata
abang."
"Pemakaman bukanlah akhir dari kehidupan tapi
adalah awal dari perjalanan, kematian adalah pintu gerbang dari keabadian. Saat
didunia ini kakak mencintai abang dan kita selalu ingin berada bersama dengan
orang yang kita cintai, abang adalah orang baik. Dalam perjalanan waktu abang
lah yang pertama kali dicintai Allah dan diminta untuk menemui-Nya, abang
selalu mengatakan bahwa baginya Allah SWT adalah sang Kekasih dan abang selalu
mengajarkan kakak untuk mencintai-Nya. Saat seorang Kekasih memanggil apakah
kita harus bersedih? Abang bahagia dengan kepergiannya. Dalam syahadatnya abang
tersenyum dan sungguh egois jika kakak sedih melihat abang bahagia,"
sambungnya.
Tanpa memberikan kesempatan untuk aku berkata,
serangkaian kata terus mengalir dari wanita itu,
"Kakak bahagia melihat abang bahagia dan
kakak ingin pada saat terakhir kakak melihat abang, kakak ingin abang tau bahwa
baik abang didunia maupun di akhirat kakak mencintainya dan berterima kasih
pada abang karena abang telah meninggalkan sebuah harta yang sangat berharga untuk
kakak yaitu cinta pada Allah SWT. Dulu abang pernah mengatakan pada kakak jika
kita tidak bisa bersama di dunia ini kakak tidak perlu bersedih karena sebagai
suami istri, kakak dan abang akan bertemu dan bersama di akhirat nanti bahkan
di surga selama kami masih berada dalam jalan Allah. Dan abang telah memulai
perjalanannya dengan baik, doakanlah kakak ya dik semoga kakak bisa memulai
perjalanan itu dengan baik pula. Kakak sayang abang dan kakak ingin bertemu
abang lagi."
Kali ini kulihat kakak tersenyum dan dalam
keheningan taman aku tak mampu berkata-kata lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar